Ada pemandangan baru yang bisa kita jumpai ketika melintasi
persawahan saat-saat kemarau panjang seperti sekarang ini. Setiap beberapa
puluh meter ada mesin penghisap air dari dalam tanah atau saluran yang kemudian
dipompa dan disemburkan untuk mengairi lahan-lahan milik para pejuang pangan. Dari
mesin yang berukuran besar hingga yang berkapasitas 4 – 5,5 HP (seperti gambar).
Tipe mesin dual tank (kerosene dan gasoline) ini pernah jaya pada zamannya,
dengan bahan bakar utama minyak tanah dianggap cukup efisien karena harga per
liternya cukup murah. Namun ketika subsidi telah dicabut, harga minyak tanah
lebih mahal dari bahan bakar premium (bensin) petani agak megap-megap untuk
tetap berproduksi pada musim kemarau.
Sebenarnya bisa saja memanfaatkan satu tanki dengan diisi
bensin saja, tetapi efisiensi mesin yang sudah bisa dibilang uzur ini masih
kalah iritnya dengan tipe-tipe baru yang dirancang menggunakan bahan bakar
premium saja. Beberapa petani ada yang memodifikasi kipas hisap pada tabung water
pump-nya sehingga dengan putaran yang sama lebih kuat daya hisapnya. Cuma sayang,
cara ini beresiko tinggi merusak kipas bila ada benda keras (batu/kerikil) yang
berukuran agak besar masuk ke dalam pompa. Ada juga petani yang menambahkan
bahan logam pada silinder head-nya agar tidak terlalu cekung, sehingga ruang
bakarnya lebih sempit. Dengan cara ini konsumsi bahan bakarnya tidak terlalu
boros, tetapi berakibat kompresi naik,
mesin jadi cepat panas dan pada saat starter terasa lebih berat.
Tapi jangan putus asa, kini di saat subsidi minyak tanah
dialihkan untuk Liquid Petroleum Gas (LPG, baca : elpiji), mesin pompa tipe GK
200 atau sekelasnya bisa juga dikasih elpiji untuk konsumsi bahan bakarnya. Mesin
yang biasa mengkonsumsi bensin 8-12 liter per hari cukup disajikan 1 tabung gas
elpiji ukuran 3 kg. Lumayan murah khan? Jangan khawatir, pembakaran yang
sempurna tidak berdampak over heat pada mesin. Caranya juga tidak susah, hanya
menyingkirkan karburator yang fungsinya mencampur bensin dan udara sebelum
masuk ruang bakar dan menggantinya dengan dengan bahan bakar gas. Seperti trend
kendaraan sekarang yang menggunakan teknologi injeksi (honda menyebutnya,
Programmed Fuel Injection/PGM-FI), modifikasi mesin pompa ini merujuk ke sana. Hehehe…
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mengubah asupan bensin pada
mesin pompa air menjadi elpiji juga tidak banyak, hanya butuh regulator
bertekanan tinggi yang bisa ditebus dengan kocek sekitar 50 ribuan (anggap saja
tabung elpiji 3 kg dan selangnya pakai yang ada di kompor hehehe…). Lalu bagaimana
langkah pengerjaannya…?
Pertama, lepas dulu tutup bawah karburator lalu simpan
beserta pelampungnya.
Kedua, pasangkan regulator tekanan tinggi (high pressure
regulator) pada salah satu ujung selang untuk menghubungkan pada tabung elpiji.
Ketiga, bersamaan dengan itu sambungkan ujung selang yang
lain pada lubang masuk bahan bakar yang menuju ke ruang pembakaran (menempel
pada bagian atas karburator).
Keempat, tutup lubang udara dari filter karburator yang menuju
ruang bakar dengan cara menarik penuh switch chooke.
Setelah semua terpasang dan terhubung, mesin siap
dioperasikan. Mudah khan…? Sebagai catatan tambahan pada saat akan mengoperasikan
mesin, buka tuas gas sedikit atau jangan sampai penuh, demikian juga keran
regulatornya sedikit saja. Jika satu dua kali distarter belum menyala mesinnya,
maka tambah bukaan regulatornya sedikit demi sedikit karena dimungkinkan asupan
bahan bakar yang masuk belum cukup, sampai mesin hidup. Perhatikan dan rasakan
mesin sesaat setelah hidup dari suara dan getarannya. Asupan gas yang terlalu
kecil bisa mengakibatkan mesin mati lagi. Sedangkan asupan bahan bakar yang
berlebih menimbulkan suara tidak stasioner (Tegal : mbrebet) dan getaran mesin
terasa kasar. Jika terjadi demikian, aturlah bukaan regulatornya sampai getaran
mesinnya terasa halus dan suaranya stasioner (Tegal : langsam).
Sebagai informasi
pelengkap : di tempat kami, bukaan regulatornya pada skala 0,5.
Selamat mencoba, semoga bermanfaat.
Salam pejuang pangan…!!!