Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 1

Penyiapan bahan dan alat : Jerami, pagar bambu, ember, terpal, tali dan dekomposer.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 2

Memasukkan jerami ke dalam kotak yang terbuat dari pagar bammbu secara bersap sambil dipadatkan, setiap sap kurang lebih 25 cm.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 3

Siramkan Dekomposer yang telah dilarutkan dalam air secara merata pada setiap sap sehingga kelembaban sekitar 60%.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 4

Tumpukan jerami telah penuh hingga sap terakhir, lepas pagar sebelum ditutup terpal.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 5

Tumpukan ditutup rapat, diikat lalu diberi beban agar terpal penutup mengikuti penyusutan jerami.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 6

Jerami diinkubasikan sambil diamati perkembangannya, proses fermentasi berlangsung ditandai dengan kenaikan suhu.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 7

Dua hari kemudian tumpukan jerami telah menyusut volumenya, periksa kelembaban jerami bila tidak ada tanda-tanda proses fermentasi.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 8

Lima hari setelah inkubasi penyusutan volume jerami semakin banyak dan kompos siap digunakan bila tumpukan jerami tidak panas lagi.

Thursday, November 10, 2011

Pengendalian Wereng Batang Coklat (WBC)


Jenis wereng sing sering nggangu tanduran pari kuwe ana wereng batang coklat (WBC), wereng ijo, wereng punggung putih lan wereng loreng. ana sing nyerange batang, ana juga sing neng godong. jenis wereng loro neng ngarep kuwe sing paling ngrugikaken tandurane wong tani. apike yen pengin bisa ngendalikaken populasine (musnahaken jelas ora mungkin) kudu ngerti bioekologine. (kayane yen ditulis neng kene bisa ngoler-ngoler dawa nemen, mending gugling dewek bae wes).

kanggone aku sing esih bodho (ora bisa mikir kejeron), prinsip pengendaliane sich jane sederhana :
budidaya tanaman sehat (yen sehat jare ora gampang kena hama/penyakit, digawe kena pun duwe kemampuan mempertahankan/memperbaiki)
cara pengendalian dengan teknik budidaya (cara kiye kanggo pencegahan tapi kadang2 dianggep remeh;
  • sanitasi lahan (jerami & sisa2 tandur dibakar) ben ilang sumber penularane
  • penanaman serempak, maksude ben bisa mutus siklus uripe wereng (angger ora bareng ya werenge mung pindah2 tok)
  • penggunaan varietas tahan, pari sebangsa ketan, pari hibrida, pandan wangi kuwe rentan kena wereng
  • tanam sistem legowo dg jarak tanam ideal (sirkulasi udara apik, sinare srengenge bisa anjog neng ngingsor)
  • penggunaan pupuk berimbang (antara kebutuhan karo ketersediaane sar ser lah, kurang ya ora apik, kakehen juga ora bagus), yen kakehen urea (nitrogen) tandure tah apik, lemu, ijo royo-royo, godonge nggyubud tapi lingkungan sekitare pertanaman dadi lembab (wereng paling demen neng panggonan sing kayak kuwe)
  • pengairan berselang (maksude dudu nganggo selange diesel tapi kadang disat kadang digenangi), soale angger terus2an tergenang akhire juga lembab neng sekitar pertanaman.
pengendalian dg cara biologis cara kiye asline memanfaatna musuh alamine (kelingan rantai makanan khan?)
  • predator, kewan2 sing gelem mangani wereng, contone kinjeng (capung), bancet/katak, kepik/kumbang helm (jenise akeh nemen, slh sijine sing kayak neng foto profilku), gonggo/laba-laba/garanggati, lawet/sriti
  • jamur entomopatogenik, ana beberapa jenis jamur sing bisa urip neng awake serangga, contone jamur Beuveria bassiana (tersedia isolate kanggo diperbanyak) cara kiye asline murah tur efektif, cuma sayang kadang wong tani kurang teliti, malah ana sing nganggep yen serangga sing neng sawah ya hama, padahal ora mesti
pengendalian nganggo pestisida yen kanggo pencegahan, coba bae kanggo jenis pestisida nabati (sekang tanaman), sing cocok kanggo wereng kuwe mbako (tembakau), godong/ektrak biji sirsak juga lumayan carane direndem neng banyu/fermentasikan 3-5 hari (makin suwe tambah apik), tambahi detergen setitik nah..., angger populasine wis akeh (sadurunge umur 1 bln wis ana 5 ekor wereng per rumpun apa yen wis 1 bln lbh ditemukan 20 ekor per rumpun) gagiyan disemprot nganggo pestisida sintetik (kimia). angger kanggo wereng (sasarane), direkomendasikan nganggo :
  • pesitisida sing bahan aktife BUPROFEZIN, contohe APPLAUD, cara kerjane kontak (kudu kena sasarane, angger pari wis rapet ya kudu diwiyak disit utawa ngganggo spuyer sing jantung ben muncrate adoh). apike bahan aktif mau bisa matine wereng sing kena, juga bisa mbengkerna endoge, cuma sayange penekanan populasine mandan alon (ora pel bek, wereng sing kena ora langusg nggudag)
  • pestisida sing bahan aktife BPMC, contohe BAYCARB (wong tani biasa ngarani bayer), BASSA dll (akeh nemen merek dagange). cara kerjane juga kontak, dadi kudu kena sasarane, yen ora kena ya werenge telang teleng bae, malah ndean karo njoged wkekekek
  • pestisida sing bahan aktife MIPC, contohe MIPCIN, MIPCINTA dll. cara kerjane mirip BPMC
  • pestisida sing bahan aktife TIAMETOKSAM, contohe ACTARA. cara kerjane sistemik, racun bisa mlebu neng tandur tur bisa ditranslokasikan ke seluruh jaringan tanaman, dadi meskipun nyemprote neng nduwur (ora kena werenge) tapi yen tandure dihisap wereng ya bakale keracunan. keunggulane luwih bersih cuma sayang regane lumayan larang
  • pestisida sing bahan aktife IMIDAKLOPRID, contohe CONFIDOR, GAUCHO, WINDER. caar kerjane mirip tiametoksam tapi juga bisa mbengkerna endoge wereng
  • pestisida dengan bahan aktif anyar : ethiprol merek dagange CURBIX catetan, sing penting yen nganggo pestisida sisntetik :
  1. aja sekali-kali nganggo pestisida sing bahan aktife golongan piretroid (permetrin, sipermetrin, beta siflutrin, lamda sihalotrin, delta metrin), meskipun pel bek (knock down effect) tapi bahaya lantaran cepet nimbulna resurgensi (ledakan hama kedua) & resistensi (wereng dadi kebal), sifate panas dadi endoge wereng cepet netes tur spektrume luas (bisa mateni musuh alami)
  2. kudu tepat dosis, tepat waktu & tepat cara aplikasine
  3. yen pan dicampur, sing apik sing cara kerjane ora pada (kontak dan sistemik) kuncine pengendalian kuwe ana neng PENGAMATAN (tanaman, lingkungan, populasi hama karo musuh alamine)

Sunday, October 9, 2011

PESTISIDA NABATI (bagian 3)



Jika pestisida didefinisikan sebagai semua bahan atau campurah bahan, baik kimia maupun biologi yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu, maka penggunaan pestisida hampir tidak bisa dipisahkan dari sistem usaha tani yang dikelola secara intensif -dimana produktivitas dan indeks panen menjadi preferensinya-. Namun konotasi pestisida telah bergerser, lebih sempit dan diartikan sebagai bahan/senyawa kimia sintetis yang merugikan, baik terhadap agroelosistem maupun kesehatan (termasuk deposit dan residunya). Ini bukan tanpa alasan, bahaya yang diakibatkan oleh penggunaan pestisida sintetis organik/anorganik yang tidak tepat dapat memunculkan masalah-masalah baru.

Dalam sistem pangan organik, sesuai Standar Nasional Indonesia SNI_6729-2010 (revisi SNI_01-6729-2002) salah satu bahan yang dibolehkan untuk pengendalian OPT dan penyakit tanaman adalah Pestisida Nabati (Tabel B.2-A). SNI Sistem Pangan Organik bisa diunduh di sini.

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Kandungan alkaloid atau atsiri yang ada dalam tumbuhan (daun, akar, umbi, rimpang, batang, kulit, bunga dan biji) mempunyai efek antifeedant, repelant, attractant, ovisidal dan larvisidal.

Tumbuhan-tumbuhan yang sering digunakan sebagai pestisida nabati, antara lain :
Daun : Nimba (Azadirachta indica), Mindi (Melia azedarach), Sirsak
Biji : Mahoni (Swietenia sp), Bengkoang
Batang (kayu, kulit) : pasak bumi, pinus, bratawali, serai
Akar : Tuba, Babadotan
Rimpang : Lempuyang, jeringau
Umbi : Gadung, bawang putih
Bunga : Krisan, Selasih
Buah : Mengkudu, Maja

Kelebihan dan Kekurangan Pestisida Nabati

Dalam konsep Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) maupun system pertanian organic, pestisida nabati merupakan salah satu alternative untuk mengendalikan OPT. Ini karena pestisida nabati mempunyai beberapa kelebihan, antara lain :
- Mudah dan cepat terdegradasi oleh sinar matahari, sehinggu tidak meninggalkan deposit/residu yang berbahaya bari manusia
- Pengaruhnya cepat yaitu menggangu/menghentikan nafsu makan serangga, meskipun jarang langsung menyebabkan kematian
- Toksisitas rendah sehingga tidak berbahaya terhadap binatang ternak, kesehatan manusia maupun jasad non sasaran
- Efektif mengendalikan OPT yang telah resisten terhadap pestisida kimia sintetis
- Fitotoksisitas rendah sehingga tidak menggangu tanaman
- Spektrum pengendalian luas (racun lambung dan ravun syaraf)
- Murah dan mudah dibuat oleh petani

Namun demikian, penggunaan pestisida juga memiliki kelemahan, yaitu :
- Cepat terurai, sehingga interval aplikasinya harus sering
- Daya racun rendah, sehingga OPT tidak langsung mati
- Ketersediaan bahan terkadang menjadi kendala

Pembuatan Pestisida Nabati

Pembuatan pestisida nabati tidak terlampau sulit, di dunia maya pun banyak artikel-artikel yang berkenaan dengan pestisida nabati, baik bahan-bahannya, cara pembuatan, cara aplikasi maupun manfaatnya, yang paling sering kita dengar adalah dengan mengekstraksinya atau bahkan hanya direndam saja.

Ada beberapa hal yang mungkin perlu kita perhatikan, yakni bahwa bahan-bahan atau senyawa yang bersifat pestisidal dalam tumbuhan seringkali berupa minyak atau lemak/sterol, alkaloida, terpen/terpenoid, senyawa fenolik atau senyawa benzoat/sinamat/turunan koumarin yang mudah larut dalam pelarut organik. Sebaliknya, kandungan bahan larut air yang bersifat racun jarang dijumpai. Jadi untuk mendapatkan pestisida nabati yang baik, semestinya tidak cukup dilumat/dihaluskan lalu direndam. pelarut organik umum digunakan dalam proses tersebut seperti alkohol (terutama metanol), asetonitril, heksan, khloroform, petroleum eter, bensen atau ligroin.

Ekstraksi bahan bisa langsung dilakukan jika menggunakan alat soxhlet. Jika tidak ada, maka bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pengeringan, bisa dengan penjemuran atau dipanaskan dalam oven dengan suhu di bawah 50°Celcius sehingga berat bahan tinggal setengahnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar bahan-bahan nabati adalah air.
Maserasi, penghancuran atau pelumatan bahan dalam pelarut organik (contoh metanol). Perbandingan antara bahan dan pelarutnya adalah 1 : 4 (satuan berat/volume)
Filtrasi, campuran bahan terlarut kemudian disaring menggunakan corong buchner dilapisi kertas saring. Sisa penyaringan dibuang, sementara hasil penyaringan (filtrat) diuapkan dengan evaporator dalam suhu 40°Celcius sampai volume minimum (disebut F1). Selanjutnya, filtrat tersebut dimasukkan ke dalam corong funnel, kemudian ditambahkan kloroform dan air dengan perbandingan 3xF1 : 4xF1 (satuan volume). Campuran tersebut ditambahi NaCl sebanyak 0,7%-nya, didiamkan selama 24 jam sampai terjadi pemisahan antara air dan metanol kloroform (disebut F2). Selanjutnya, metanol kloroform diuapkan lagi dengan evaporator pada suhu 40°Celcius sampai volume tetap (F3). Ekstrak siap digunakan dengan pelarut aseton.
Uji toksisitas, pengujian efikasi ekstrak pada berbagai konsentrasi sehingga menyebabkan mortalitas jasad sasaran setengahnya (Lethal Concentrate : LC50).

Catatan :
- untuk mendapatkan hasil terbaik, sebaiknya ekstrak dimurnikan dahulu, namun prosesnya cukup panjang (mungkin bisa diposting lain waktu)
- pelarut organik yang digunakan termasuk jenis bahan yang dibolehkan dalam SNI Sistem Pangan Organik

Friday, August 5, 2011

PENYAKIT BUSUK LEHER


Tidak diperkirakan sebelumnya, tanaman padi yang tumbuh dan berkembang baik pada awal pertumbuhannya mendadak rusak ketika memasuki pertengahan fase pengisian (dough grain stage) oleh karena serangan jamur Pyricularia oryzae (P. grisea). Jamur penyebab penyakit blas yang menyerang pada fase ini menyebabkan pangkal malai membusuk (disebut juga penyakit busuk leher). Infeksi pada malai yang baru keluar mengakibatkan bulir hampa (gejalanya mirip beluk oleh penggerek batang). Sedangkan infeksi susulan menjadikan gabah tidak terisi penuh dan akhirnya kering sebelum gabah masak secara fisiologis.

Sedikit ilustrasi tersebut menggambarkan betapa meruginya petani apabila penyakit ini menyerang tanaman padi. Dampak secara langsung adalah produktivitas tanaman tidak bisa optimal (dalam banyak referensi menyebutnya terjadi penurunan produksi hingga 70%). Perbedaan tingkat serangan dapat menurunkan hasil (secara kuantitas) 30 – 50%. Akibat lain dari serangan penyakit ini adalah bahwa bulir yang tidak terisi penuh atau belum masak secara fisiologis menjadikan persentase beras pecah dan beras kapur lebih banyak. Kerugian secara kualitatif ini mengakibatkan nilai ekonominya turun.


Kejadian ini memang tidak diduga sebelumnya mengingat pada pertumbuhan vegetatifnya tak tampak gejala serangan Pyricularia oryzae pada daun yang dicirikan dengan adanya bercak belah ketupat pada daun. Pemberian pupuk juga tidak banyak apalagi berlebihan, demikian juga suhu yang panas dipadukan dengan sistem tanam jajar legowo sangat sedikit memberi peluang bagi perkembangan cendawan ini. Pengendalian secara biologis menggunakan jamur antagonis (Trichoderma sp.) pun telah diupayakan untuk menghambat perkembangan jamur-jamur patogenik. Jadi ketika terjadi serangan penyakit busuk leher yang cukup tinggi, bisa disimpulkan bahwa permasalahannya pada ketehanan genetik tanaman alias varietasnya rentan terhadap penyakit blas.

Pyricularia oryzae

Dengan pertimbangan resiko yang diakibatkan serangan penyakit blas, maka untuk mengetahui teknik pengendalian terpadu perlu mengenal terlebih dahulu penyebab penyakit blas/bercak belah ketupat atau penyakit busuk leher.

Bioekologi

Cendawan ini mempunyai konidiofor panjang bersekat, jarang yang bercabang, tunggal, berwarna kelabu dan membentuk konidium yang berbentuk bulat telur dengan ujung runcing. Jamur ini menghasilkan enzim proteolitik untuk mempermudah menembus dinding sel tanaman inang. Konidianya berbentuk seperti buah alpokat dan bersel tiga, lepas dari tangkainya pada malam hari saat ada embun dan angin. Penyebarannya bisa melalui benih dan angin. Sisa-sisa tanaman dan inang alternatifnya menjadi sumber penularan bagi pertanaman padi berikutnya, karena miselia jamur ini dapat bertahan selama setahun. Spora yang berasal dari tanaman terinfeksi dapat menyebar dan dalam jarak 2 km dari inokulum awal masih bisa menginfeksi tanaman sehat.
Fase penetrasi spora cendawan ini cukup singkat sekitar 6 jam, menginfeksi melalui stomata dan periode laten untuk memproduksi kembali spora juga sangat pendek yaitu 4 hari. Dalam setiap bercak bisa menghasilkan 2000 – 6000 spora setiap hari yang berlangsung selama 10 – 14 hari.

Faktor pembatas

Faktor yang mempengaruhi perkembangan Pyricularia oryzae adalah suhu dan kelembapan. Jamur ini tumbuh dan berkembang baik pada suhu 28 derajat celcius dengan kelembapan sekitar 90%. Selain kedua faktor itu, pemicu lainnya adalah pemberian pupuk nitrogen yang tinggi menyebabkan ketersediaan nutrisi dan lemahnya jaringan tanaman sehingga mudah bagi jamur untuk menginfeksi tanaman.

Gejala serangan


Jamur yang menyerang tanaman padi pada masa vegetatif menimbulkan gejala blas daun (leaf blast) dengan ditandai adanya bintik-bintik kecil pada daun berwarna ungu kekuningan. Semakin lama bercak menjadi besar, berbentuk seperti belah ketupat dengan bagian tengahnya berupa titik berwarna putih atau kelabu dengan bagian tepi kecoklatan. Serangan pada fase generatif menyebabkan pangkal malai membusuk, berwarna kehitaman dan mudah patah (busuk leher).

Teknik pengendalian

Dengan potensi biologi yang sangat cepat berkembang biak pada kondisi idealnya, maka kewaspadaan terhadap serangan penyakit blas menjadi dasar untuk menentukan teknik pengendaliannya. Dari sedikit uraian di atas, maka strategi untuk mengendalikan penyakit blas dan busuk leher antara lain :
Sanitasi lahan dari sumber infeksi, membakar jerami tanaman yang terserang penyakit serta membersihkan gulma atau inang alternatifnya.

Penggunaan varietas tahan

Perlakuan benih dengan fungisida berbahan aktif Trycyclazole, Pyoguilon dan Benomyl

Pengaturan jarak tanam, tanaman yang terlalu rapat menyebabkan pertanaman rimbun dan iklim mikronya menjadi lembab.

Pemupukan berimbang

Penggunaan agensia hayati, jamur antagonis seperti Trichoderma harzianum, Chaetomium globosum dan Gliocladium roseum dapat menghambat perkembangan Pyricularia oryzae

Penyemprotan dengan fungisida yang berbahan aktif Edifenphos, Tetraclorophthalide, Kasugamycine, Isopprotionalane atau perpaduan benomyl dan mancozeb

Saturday, July 23, 2011

PESTISIDA (Bagian 2)


Penggunaan pestisida secara bijaksana adalah kalimat paling sering terdengar saat memaparkan teknik pengendalian kimiawi. Prinsipnya bahwa pestisida sebagai alternatif pengendalian OPT harus digunakan secara tepat, tepat sasaran dan jenisnya, tepat dosis/konsentrasinya, tepat waktu dan tepat cara/aplikasinya. Selain efikasi pestisida (efektifitasnya terhadap OPT sasaran), yang menjadi pertimbangan lain dalam penggunaan pestisida adalah harga (efisiensi usaha tani). Apabila teknik pengendalian lain tidak mampu menurunkan populasi OPT secara cepat (ambang pengendalian) dan berimbas pada turunnya nilai ekonomi yang disebabkan oleh kerusakan tanaman/kehilangan hasil (ambang ekonomi) akibat serangan OPT, maka penggunaan pestisida bisa direkomendasikan. Disamping itu, harga juga bisa dijadikan pertimbangan lain dalam pemilihan pestisida yang sejenis. Berkaitan dengan pemilihan pestisida yang akan digunakan untuk pengendalian OPT, alangkah baiknya mengenal penggolongan atau klasifikasi pestisida.


KLASIFIKASI PESTISIDA
Pengelompokan atau klasifikasi pestisida didasarkan atas beberapa macam cara. Menurut jasad sasarannya, pestisida dibagi atas beberapa macam kelompok, antara lain :
Insektisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu yang berupa serangga. Contoh : Bassa 50 EC Kiltop 50 EC dan lain-lain.
Nematisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu yang berupa nematode atau cacing-cacing parasit yang biasa menyerang perakaran tanaman. Contoh : Furadan 3 GR.
• Rodentisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas binatang-binatang mengerat, seperti misalnya tupai, tikus. Contoh : Klerat RM, Racumin, Caumatatralyl, Bromodoiline dan lain-lain.
Herbisida : adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma (tanaman pengganggu). Contoh : Ronstar ODS 5/5 Saturn D.
Fungisida : racun yang digunakan untuk mengendalikan penyakit disebabkan oleh cendawan (jamur). Contoh : Rabcide 50 WP, Kasumin 20 AB, Fujiwan 400 EC, Daconil 75 WP, Dalsene MX 2000.
Akarisida : yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang berupa akarina atau tungau. Contoh : Mitac 200 EC, Petracrex 300 EC, Samite 135 EC.
Bakterisida : yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan penykit tanaman yang disebabkan oleh bakteri. Contoh : Ffenazin-5-oksida (Staplex 10 WP).
• Dan lain-lain (Moluskisida, Avisida, Piscisida)

Dari cara penggunaannya, ada pestisida yang penggunaanya dengan disemprotkan, dibenamkan, ditaburkan, dioleskan, disuntikan dan lain-lain. Berdasarkan cara aksi atau cara masuknya pestisida dalam jasad sasaran (mode of action), ada beberapa kelompok pestisida, yaitu :
Racun perut/lambung : bahan racun akan merusak dalam jumlah besar dalam perut, usus atau sistem pencernaan jasad sasaran setelah pestisida masuk tertelan.
Racun kontak : pestisida yang bersifat membunuh atau mengganggu perkembangbiakan bila racun mengenai jasad sasaran, baik secara langsung mengenai tubuh sasarannya maupun karena tertinggal/menempel pada permukaan daun/bagian tanaman atau pada tempat-tempat yang biasa disinggahi OPT
Racun nafas : pestisida yang dapat meracuni jasad sasaran karena terhisap atau masuk ke dalam sistem pernafasannya. Bahan racun pestisida ini biasanya berbentuk gas atau bahan lain yang mudah menguap (fumigan)
Racun syaraf : pestisida yang cara kerjanya mengganggu sistem syaraf jasad sasaran
Racun protoplasmik : racun yang bekerja dengan cara merusak protein dalam sel tubuh jasad sasaran
Racun sistemik : pestisida yang dapat masuk ke dalam jaringan tanaman dan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman, sehingga bila dihisap, dimakan atau mengenai jasad sasarannya bisa meracuni. Jenis tertentu masuk menembus jaringan tanaman (translaminar).

Berdasarkan kandungan bahan kimia dan sintesisnya, pestisida dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok, yakni :
• Pestisida dengan bahan alami anorganik, contohnya : belerang dan kapur
• Pestisida dengan bahan alami organik, misalnya : produk mikrobia dan nabati
• Pestisida dengan bahan sintesis anorganik, seperti : prusi, Paris Green dan bubur bordeaux
• Pestisida dengan bahan sintesis organik : hidrokarbon berkhlor, siklodien, organofosfat, karbamat, piretroid sintetik, bensilfenil urea, triazin, berbagai jenis pemikat buatan, dll

Dari formulasinya, pestisida bentuknya bermacam-macam, antara lain :
1. Cair
a. Cairan yang dapat diemulsikan (Emulsifeable Concentrate/EC, Transparent Emulsion Concentrates/TEC)
b. Cairan yang dapat dilarutkan atau water-miscible liquids (Water-Soluble Concentrates/WSC, Liquid/L, Soluble Concentrates/SC, Soluble Liquid/SL)
2. Padat
a. Tepung, yang dapat dilarutkan (Water Soluble Powder/SP), yang dapat bercampur dangan air/alcohol (Wettable Powder/WP), dengan pelarut padat (Flowable/F atau Sprayable suspension/S)
b. Debu (Dust/D)
c. Butiran (Granule/G)
d. Umpan (Bait/B)

Selain itu, ada juga yang menggolongkan pestisida berdasarkan sifat-sifatnya, misalnya atraktan (menarik/pemikat, biasanya sebagai perangkap), repelen (menolak kehadiran), antifedan (tidak disukai untuk dimakan).

KODE DAN KOMPONEN PESTISIDA
Pestisida yang beredar dipasaran, dalam kemasannya dilengkapi dengan kode-kode baik berupa tulisan, simbol/warna maupun gambar (pictogram) yang menjelaskan kandungan, sifat, petunjuk penggunaan dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan. Setiap pestisida mencantumkan nama bahan aktif, formulasi, cara kerja, dosis atau konsentrasi serta cara penggunaannya.
Contoh : Winder 25 WP, Winder adalah merek dagangnya, 25 adalah kandungan bahan aktifnya (25%), WP adalah formulasinya (tepung). Di dalam kemasannya tertera juga bahan aktif (imidakloprid) serta dosis penggunaan pada jasad sasaran.
Agar lebih mengenal pestisida, perlu juga diketahui beberapa komponen yang terdapat di dalamnya (menyangkut sifat dan efikasinya) :
Bahan aktif adalah produk khemis yang mengandung kemampuan insektisidaladjuvant adalah bahan yang memperbaiki kualitas bahan formulasi insektisida (memperbaiki penetrasi/absorbsi)
agensi antidrift adalah senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi jumlah droplet halus hasil suatu noselkarier adalah bahan inert yang berfungsi sebagai pelarut atau matriks bagi bahan aktif
bahan kompatibel adalah bahan yang dapat dicampur bersama tanpa mempengaruhi sifat masing-masing bahan
agensi deflokulasi dipergunakan untuk mencegah penggumpalan/agregasi suatu padatan dalam larutan semprot.
emulsifier adalah bahan surfaktan yang dipergunakan untuk menstabilkan suspensi caira dalam cair (mis. minyak dalam air)
agensi pembusa adalah bahan kimia yang menyebabkan insektisida menghasilkan busa, sehingga mengurangi drift.
penetran merupakan bahan additif atau adjuvan yang membantu insektisida bergerak bebas pada permukaan luar jaringan tanaman
propelen adalah bahan inert dalam produk bertekanan (aerosol)
surfaktan adalah bahan yang membantu mengefektifkan bahan penyelaras permukaan sasaran (emulsifier, bahan pembasah)--ada yang non-ionik (eter poliglikol dan oksida polietilen) ada yang ionik (anionik: SDS/kationik)
suspensi adalah partikel halus yang dilarutkan ke dalam cairan (termasuk juga emulsi)

Saturday, July 9, 2011

PESTISIDA (Bagian 1)

Masih teringat kalimat dari seorang kawan, “tak kan pernah ada perselisihan bila kita bisa melihat dengan kacamata orang lain”. Kalimat itu sering terlintas setiap kali berpikir tentang “pestisida”. Bagi sebagian petani yang telah menerapkan organik dalam budidayanya, pestisida (red-pestisida sintetik) seperti senjata yang tak perlu diakrabi. Namun buat petani lain justru paling sering ditanyakan ketika komoditas usaha taninya terserang OPT. Maka bila mereka bersanding dan duduk bersama, yang terjadi bisa saling diam atau mungkin perdebatan. Satu hal yang masih menjadi kendala dalam menanamkan kesadaran penggunaan pestisida secara bijaksana adalah pemahaman tentang pestisida secara utuh (kelemahan dan kelebihan). Albert Enstein tak berpikir teori relativitasnya akan berbuah bom atom yang sangat menghancurkan. Namun bukan berarti nuklir tak berguna. Sesuatu akan menjadi berarti bila digunakan semestinya, pada saat yang tepat dan tempat yang sesuai.

Demikian pula dengan pestisida, diperlukan untuk menyelamatkan tanaman budidaya bila musuh alami tak mampu menekan kerusakan akibat populasi OPT terlalu padat. Dalam era pembangunan pertanian dimana program intensifikasi menjadi titik beratnya, peningkatan populasi OPT sangat mungkin terjadi karena tanaman inangnya (host) selalu tersedia. Seperti diketahui bahwa sifat penekanan populasi oleh musuh alami berlangsung lama, sehingga pada komoditas tertentu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, keterlambatan dalam pengendalian bisa mengakibatkan kerugian.

Sejarah perkembangan pestisida

Dari artinya, pestisida adalah semua bahan atau campurah bahan, baik kimia maupun biologi yang digunakan untuk mengendalikan (sida=cide=membunuh) jasad pengganggu (pest). Pada masa sebelum masehi, telah dikenal bongkah belerang sebagai fumigan dan penggunaan batu empedu kadal untuk membunuh cacing. Menjelang abad X masehi, bangsa cina telah menggunakan senyawa arsenik untuk membunuh serangga. Pada tahun 1700 – 1800, telah digunakan racun nikotin, piretrin dan rotenon. Pada era 1800 – 1900 telah ditemukan produk-produk petroleum, pestisida anorganik (CS2, HCN dan senyawa tembaga), serta penemuan senyawa organosintetik (2,4 –dinitro-6-cresol). Pada tahun 1930 – 1950, pestisida organik berkembang pesat (DDT dan derivatnya). Setelah tahun 1950, banyak pengembangan pestisida baru (golongan karbamat, piretroid sintetik dan sejenis hormon juvenil). Dewasa ini, pengembangan pestisida mengarah pada pengembangan bahan alam dan sintesis terarah yang bersifat atraktan, repelen atau yang berupa Zat Pengatur Tubuh Serangga (Insect Growth Regulator).

Dalam buku Pestisida untuk Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan yang diterbitkan oleh Komisi Pestisida, hingga tahun 2010 ada 2048 merek dagang pestisida yang terdaftar di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah Zat Pengatur Tumbuh. Jumlah yang tak sedikit untuk menentukan kata “TEPAT” dalam menggunakan pestisida.

(bersambung)

Wednesday, July 6, 2011

MADU SINGKONG

Tentang Madu Singkong


Tulisan ini bersumber pada materi Pelatihan Pangan Olahan Non Beras/Non Terigu yang sajikan oleh Bapak Fachruddien Abdul Syukur, SP. Beliau adalah guru SMK Negeri 2 Slawi, salah satu staf pengajar di Program Studi Agribisnis Hasil Pertanian. Sebuah bahan presentasi yang menggerakkan untuk ditulis ulang dan dipublikasikan agar lebih banyak yang mengetahui. Diakui atau tidak, kenyataannya petani atau pelaku utama mengetahui suatu teknologi setelah beberpa tahun sejak ditemukan/dikembangkan oleh para peneliti atau lembaga penelitian/penkajian teknologi. Tidak berharap banyak, semoga tulisan ini bisa menjadi referensi buat teman-teman petani dalam mengelola usaha taninya (pengolahan hasil). Bagi para penyuluh dan pemerhati dunia pertanian, mudah-mudahan menjadi tambahan pengetahuan. Dan buat teman-teman yang telah mengetahuinya, silahkan dilengkapi bila banyak kekurangannya. Semoga bermanfaat.

Madu merupakan suplemen yang sangat berkhasiat bagi kesehatan tubuh. Buat anak-anak bisa membantu pertumbuhan tubuh dan perkembangan otak. Bagi yang telah dewasa dan para orang tua, madu dapat menambah stamina tubuh dan meningkatkan vitalitas. Komposisi utama madu adalah glukosa, suatu kabohidrat yang dapat langsung diserap usus dan didistribusikan ke seluruh tubuh sebagai sumber energi.

Singkong adalah sumber utama karbohidrat bagi sebagian penduduk Indonesia setelah beras dan jagung. Karbohidrat yang ada di dalam singkong berupa pati yang dengan bantuan enzim dan pengaturan suhu yang tepat dapat dirubah menjadi glukosa.
Madu singkong adalah glukosa hasil penguraian pati dari singkong. Madu singkong dapat langsung dikonsumsi sebagai suplemen dan sumber energi, juga dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan bioetanol, bahan permen, kecap, roti dan banyak lagi olahan dari madu singkong.

Singkong Segar

Singkong atau ubi kayu mempunyai nama daerah yang bermacam-macam. Masyarakat Jawa ada yang menyebut telo, pohung, bodin dan lain-lain. Di Jawa Barat (sunda) istilah singkong biasa disebut sampeu, huwi dangdeur atau juga huwi jendral. Penduduk Ambon menyebutnya kasbek dan orang Padang mengenal dengan istilah lain umbi perancis.

Untuk mendapatkan madu singkong yang baik mesti menggunakan singkong segar dengan kandungan pati yang cukup tinggi. Beberapa varietas singkong unggul yang direkomendasikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan antara lain :
• Adira-4, umur tanaman sekitar 8 bulan, potensi hasil 25 – 40 ton/Ha, kadar pati 25 – 30%
• Malang-6, umur tanaman 9 bulan, rata-rata produksi 36,4 ton/Ha,kadar pati 25 – 32%
• UJ-3, umur 8 bulan, produksi 30 – 40 ton/Ha, kadar pati 25 – 30%
• UJ-5, umur berkisar 9 – 10 bulan, potensi hasil 25 – 38 ton/Ha dengan kadar pati 20 – 30%

Keunggulan dari keempat varietas tadi adalah daunnya tidak mudah gugur pada saat kekeringan (musim kemarau), adaptif terhadap tanah ber-pH tinggi atau rendah serta memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi pada lingkungan padat populasi (persaingan dengan gulma maupun tanaman lain bila ditanam dengan pola tumpang sari).
Singkong segar yang baik bisa didapat dari tanaman yang dibudidayakan dengan baik serta dipanen pada waktunya dan dengan penanganan yang baik pula. Beberapa hal yang berkaitan dengan keduanya, yaitu :
• Menggunakan bibit baik, bibit berupa stek yang berasal dari batang tengah yang sudah berkayu, panjang 15-20 cm, berdiameter 2-3 cm, tanpa penyimpangan dan bagian ujungnya tidak percah atau terbelah (pemotongan menggunakan gergaji dengan alas batang pisang)
• Agar akar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta terdistribusi secara merata, stek ditanam secara vertikal dengan kedalaman hingga 15 cm.
• Sebelum dipanen, potong batang singkong dan sisakan sekitar 10 cm dari pangkalnya untuk memudahkan pencabutan.
• Cabut tanaman dengan tangan atau pengungkit sehingga umbi dapat diangkat keluar dari tanah

Pembuatan Madu Singkong

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan madu singkong
1. Pisau
2. Bak cucian
3. Mesin pemarut
4. Mesin pengaduk
5. Panci stainless steel
6. Pemanas elektrik

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Singkong
2. Alpha amylase
3. Gluco amylase
4. Arang aktif
5. Kain saring

Proses pembuatan madu singkong (untuk 1 kg)
• Kupas singkong segar dan ambil satu kilogram
• Cuci singkong yang telah dikupas dengan air bersih
• Hancurkan dengan mesin pemarut
• Tambahkan 500 ml air kemudian diaduk dan disaring
• Tambahkan lagi 500 ml air pada ampas kemudian diaduk dan disaring
• Tampung kedua santan hasil perasan di atas pada panci stainless steel
• Tambahkan 1 ml enzim alpha amylase dan aduk hingga homogen
• Panaskan sambil tetap diaduk hingga suhu mencapai 80-90 derajat celcius dan pertahankan selama 1 jam
• Turunkan suhunya sehingga 60 – 70 derajat celcius
• Tambahkan dengan 1 ml enzim gluco amylase dan aduk secara merata
• Pertahankan suhu 60 – 70 derajat celcius selama 24 jam
• Tambahkan arang aktif 2 gram dan diaduk secara merata selama 30 menit
• Saring menggunakan kertas saring atau saringan bertekanan
• Panaskan hasil penyaringan tadi sehingga suhu mencapai 80 – 90 derajat celcius sampai volumenya berkurang sepertiga bagian dan cairan menjadi kental
• Larutan kental ini adalah madu singkong yang diinginkan
• Kemas madu singkong dalam botol atau plastik

Uji Mutu Madu Singkong

Dengan pengujian secara fisik (tekstur berupa cairan kental), pengujian secara kimia (kandungan pati negatif, derajat keasaman 5,5, specific gravity 1,482 dan indeks rafratifnya 1,482) serta pengujian secara organoleptik (rasa manis) didapatkan hasil bahwa derajat penerimaan konsumen adalah baik atau dengan kata lain aman dikonsumsi dan bisa diterima konsumen.

Renungan

Rasanya tidak wajar di negeri yang memiliki potensi sumber daya alam luar biasa ini sampai miskin penduduknya. Betapa tidak, kekayaan mineral dan bahan tambang yang melimpah, minyak bumi, ikan dan hasil laut, kayu dan hasil hutan tropis lain serta hasil bumi dan keanekaragaman botani yang begitu banyak. Belum lagi cerita keindahan alam yang mempesona, kekhasan budaya dan adat penduduknya, serta peradaban kuno yang bernilai seni tinggi. Ini menjadi daya tarik luar biasa buat dunia pariwisata jika dikembangkan dan dikelola dengan bijaksana.

Namun kenyataan berkata lain, kesenjangan kaya dan miskin begitu lebar, banyak penduduk miskin di negeri ini yang tak mampu mengenyam pendidikan sampai tingkat atas, tak bisa memenuhi kebutuhan gizi keluarganya dan bahkan tidak sanggup memberikan asupan makanan yang cukup setiap harinya. Bagi yang menyaksikan ini, tentu akan bertanya “Bagaimana ini bisa terjadi? Apa mereka luput dari perhatian negara?”.

Sementara di tempat lain, apartemen mewah tumbuh dimana-mana menggusur perkampungan-perkampungan kecil. Pasar-pasar swalayan, mall dan hypermarket menjamur memanjakan para warga yang kerasukan modernisasi dan budaya konsumtif. Demikian juga perkembangan dunia otomotif yang melesat cepat, sepeda motor, mobil bahkan kendaraan mewah laku bak kacang goreng di negeri ini. Kontras, buat mereka bisa merasakan ini semua, pasti tak akan percaya masih ada penduduk di negeri ini yang kelaparan, hidup tak normal akibat gangguan gizi, anak-anak usia sekolah berhamburan di jalan raya pada pagi dan siang hari untuk mengais rezeki.

Ini fakta, entah karena kebijakan pembangunan yang tak menyentuh pada akar permasalahan, keadilan dan pemerataan yang tak berpihak bagi kaum proletar, sikap ketidakpedulian warga terhadap kondisi-kondisi seperti ini, mental penduduknya yang mudah terbuai oleh kekayaan alam, sikap malas karena alam masih memberikan kebutuhannya ataukah karena kebodohan yang telah tertanam sejak penjajahan dulu?

Takkan habis bila didiskusikan di tempat ini, pun tidak memecahkan masalah apa-apa jika hanya dibahas, dibahas dan dibahas tanpa ada aksi konkret penduduknya. Ada hal-hal yang mungkin sepele tapi bisa dilakukan dan dapat membantu mengurai kekusutan permasalahan kesenjangan pendapatan warga yang hidup bawah garis kemiskinan dan warga yang berkecukupan. Bagi kaum marginal, “teruslah berusaha dan berikan sentuhan teknologi dalam setiap karyanya, semoga bisa meningkatkan nilai ekonomi dan daya saingnya”. Sementara buat lainnya “berikan apresiasi yang lebih terhadap produk dalam negeri, perhatian dan dukungan kita akan memberikan branded bagi hasil kerja keras saudara kita”

Sunday, July 3, 2011

FASE / STADIA PERTUMBUHAN TANAMAN PADI


Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman padi adalah pemeliharaan (teknik budidaya). Buat petani, cara bercocok tanam bukan hal yang sulit, namun untuk memelihara tanaman sehingga pertumbuhan dan perkembangannya baik tidaklah gampang. Bisa jadi pengalaman dari kebiasaan usaha tani adalah kunci keberhasilan untuk memperoleh produktivitas tanaman yang tinggi. Meski demikian, buat kita yang masih baru menekuni dunia pertanian tentu tak berharap harus melewati waktu yang cukup panjang untuk mendapatkan guru yang terbaik (pengalaman) itu.

Ada pendekatan yang cukup efektif untuk menentukan tindakan budidaya yang tepat yaitu dengan memahami fase pertumbuhan tanaman padi, sedari penyemaian benih hingga panen. Setiap fase pertumbuhan mempunyai kekhasan yang dengannya kita bisa mengetahui saat-saat penting (kritis) bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, memahami kebutuhan tanaman ketika itu dan tindakan perlindungan sehingga setiap fase bisa berlangsung dengan baik.


Fase-fase pertumbuhan tanaman padi berikut disajikan berdasarkan informasi/data dan karakteristik IR64, varietas unggul berdaya hasil tinggi, semidwarf (tinggi sedang), namun secara umum berlaku juga untuk varietas lainnya.
Secara garis besar, fase pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi 2 (dua) bagian yakni fase vegetatif dan fase generatif, namun ada yang membagi lagi fase generatifnya menjadi fase reproduktif dan pematangan.

Di daerah tropis, fase reproduktif berlangsung lebih kurang 35 hari , sedangkan fase pematangannya sekitar 30 hari. Perbedaan umur tanaman ditentukan oleh perbedaan panjang fase vegetatif. Sebagai contoh, IR64 yang matang dalam 120 hari mempunyai fase vegetatif 55 hari, sedangkan varietas berumur dalam yang matang dalam 150 hari fase vegetatifnya 85 hari.

FASE VEGETATIF


Fase vegetatif adalah awal pertumbuhan tanaman, mulai dari perkecambahan benih sampai primordia bunga (pembentukan malai).

Tahap Perkecambahan benih (germination)

Pada fase ini benih akan menyerap air dari lingkungan (karena perbedaan kadar air antara benih dan lingkungan), masa dormansi akan pecah ditandai dengan kemunculan radicula dan plumule. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah kelembaban, cahaya dan suhu. Petani biasanya melakukan perendaman benih selama 24 jam kemudian diperam 24 jam lagi. Tahan perkecambahan benih berakhir sampai daun pertama muncul dan ini berlangsung 3-5 hari.

Tahap Pertunasan (seedling stage)

Tahap pertunasan mulai begitu benih berkecambah hingga menjelang anakan pertama muncul. Umumnya petani melewatkan tahap pertumbuhan ini di persemaian. Pada awal di persemaian, mulai muncul akar seminal hingga kemunculan akar sekunder (adventitious) membentuk sistem perakaran serabut permanen dengan cepat menggantikan radikula dan akar seminal sementara. Di sisi lain tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang pada kecepatan 1 daun setiap 3-4 hari selama tahap awal pertumbuhan sampai terbentuknya 5 daun sempurna yang menandai akhir fase ini.

Dengan demikian pada umur 15 – 20 hari setelah sebar, bibit telah mempunyai 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang dengan cepat. Pada kondisi ini, bibit siap dipindahtanamkan.

Tahap Pembentukan anakan (tillering stage)

Setelah kemunculan daun kelima, tanaman mulai membentuk anakan bersamaan dengan berkembangnya tunas baru. Anakan muncul dari tunas aksial (axillary) pada buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang. Bibit ini menunjukkan posisi dari dua anakan pertama yang mengapit batang utama dan daunnya. Setelah tumbuh (emerging), anakan pertama memunculkan anakan sekunder, demikian seterusnya hingga anakan maksimal.

Pada fase ini, ada dua tahapan penting yaitu pembentukan anakan aktif kemudian disusul dengan perpanjangan batang (stem elongation). Kedua tahapan ini bisa tumpang tindih, tanaman yang sudah tidak membentuk anakan akan mengalami perpanjangan batang, buku kelima dari batang di bawah kedudukan malai, memanjang hanya 2-4 cm sebelum pembentukan malai. Sementara tanaman muda (tepi) terkadang masih membentuk anakan baru, sehingga terlihat perkembangan kanopi sangat cepat. Secara umum, fase pembentukan anakan berlangsung selama kurang lebih 30 hari.
Pada tanaman yang menggunakan sistem tabela (tanam benih langsung) periode fase ini mungkin tidak sampai 30 hari karena bibit tidak mengalami stagnasi seperti halnya tanaman sistem tapin yang beradaptasi dulu dengan lingkungan barunya sesaat setelah pindah tanam.



Penggunaan pupuk nitrogen (urea) berlebihan atau waktu aplikasi pemupukan susulan yang terlambat memicu pembentukan anakan lebih lama (lewat 30 hst), namun biasanya anakan yang terbentuk tidak produktif.

FASE GENERATIF



Fase Reproduktif

Tahap Inisiasi Bunga / Primordia (Panicle Initiation)


Perkembangan tanaman pada tahapan ini diawali dengan inisiasi bunga (panicle initiation). Bakal malai terlihat berupa kerucut berbulu putih (white feathery cone) panjang 1,0-1,5 mm. Pertama kali muncul pada ruas buku utama (main culm) kemudian pada anakan dengan pola tidak teratur. Ini akan berkembang hingga bentuk malai terllihat jelas sehingga bulir (spikelets) terlihat dan dapat dibedakan.
Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung (bulge). Penggembungan daun bendera ini disebut bunting sebagi tahap kedua dari fase ini (booting stage).

Tahap Bunting (booting stage)

Bunting terlihat pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non-produktif terlihat pada bagian dasar tanaman.

Tahap Keluar Malai (heading stage)

Tahap selanjutnya dari fase ini adalah tahap keluar malai. Heading ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.
Akhir fase ini adalah tahap pembungaan yang dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan.

Tahap Pembungaan (flowering stage)

Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak bunga (flower glumes) karena pemanjangan stamen dan serbuksari tumpah (shed). Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari atau tepung sari (pollen) jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari serbuk sari yang muncul (bulat, struktur gelap dalam ilustrasi ini) akan mengembang ke ovary.

Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah heading. Pada umumnya, floret (kelopak bunga) membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan, 3-5 daun masih aktif.
Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif dan nonproduktif.

Fase reproduktif yang diawali dari inisiasi bunga sampai pembungaan (setelah putik dibuahi oleh serbuk sari) berlangsung sekitar 35 hari. Pemberian zat pengatur tumbuh atau penambahan hormon tanaman (pythohormon) berupa gibberlin (GA3) dan pemeliharaan tanaman dari serangan penyakit sangat diperlukan pada fase ini. Perbedaan lama periode fase reproduktif antara padi varietas genjah maupun yang berumur panjan tidak berbeda nyata. Ketersediaan air pada fase ini sangat diperlukan, terutama pada tahap terakhir diharapkan bisa tergenang 5 – 7 cm.

Fase Pemasakan / Pematangan

Tahap matang susu ( Milk Grain Stage )

Tiga tahap akhir pertumbuhan tanaman padi merupakan fase pemasakan. Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan bahan serupa susu. Gabah mulai terisi dengan larutan putih susu, dapat dikeluarkan dengan menekan/menjepit gabah di antara dua jari. Malai hijau dan mulai merunduk. Pelayuan (senescense) pada dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan dua daun di bawahnya tetap hijau. Tahap ini paling disukai oleh walang sangit. Pada saat pengisian, ketersediaan air juga sangat diperlukan. Seperti halnya pada fase sebelumnya, pada fase ini diharapkan kondisi pertanaman tergenang 5 – 7 cm.

Tahap gabah ½ matang (dough grain stage)

Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning. Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun di bagian dasar tanaman nampak semakin jelas. Pertanaman terlihat menguning. Seiring menguningnya malai, ujung dua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering.

Tahap gabah matang penuh (Mature Grain Stage)

Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna kuning. Tanaman padi pada tahap matang 90 – 100 % dari gabah isi berubah menjadi kuning dan keras. Daun bagian atas mengering dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman. Berbeda dengan tahap awal pemasakan, pada tahap ini air tidak diperlukan lagi, tanah dibiarkan pada kondisi kering.

Periode pematangan, dari tahap masak susu hingga gabah matang penuh atau masak fisiologis berlangsung selama sekitar 35 hari.

Thursday, June 23, 2011

PENGENDALIAN PENYAKIT KRESEK TERPADU


Sebelum membahas cara pengendalian penyakit kresek, tidak ada salahnya mengetahui penyebab penyakit yang sekarang ini sedang mewabah dan menyebabkan petani mengalami kerugian.

Penyebab Penyakit
Dari namanya saja sudah bisa ditebak kalau penyebabnya adalah bakteri, Xanthomonas campestris pv oryzae (penyebab hawar daun bakteri/Bacterial Leaf Blight) dan Xanthomonas campestris pv oryzicola (penyebab penyakit bakteri daun bergaris/Bacterial Leaf Strike). Bakteri ini berbentuk batang (basil) dengan satu flagel sebagai alat geraknya (monotrik). Perkebangbiakannya secara vegetatif atau asexual dengan membelah diri (divisio). Faktor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangbiakannya, terutama suhu, kelembaban dan cahaya. Suhu optimum perkembangan bakteri ini adalah 30 derajat Celcius, sehingga banyak dijumpai di daerah beriklim sedang dan tropis. Patogen ini mempunyai virulensi yang bervariasi tergantung kemampuannya untuk menyerang varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda.

Penyebaran Penyakit
Bakteri Xanthomonas oryzae termasuk dalam bakteri heterotrof, karena membutuhkan suatu zat organik untuk kehidupannya, ini menyebabkan bakteri Xanthomonas oryzae merupakan salah satu bakteri parasit. Perpindahan atau penyebaran dari sumber infeksinya (jerami yang terinfeksi, tunggul jerami, singgang dari tanaman yang terinfeksi, benih, dan gulma inang) melalui hujan, angin dan percikan air. Umumnya bakteri ini menginfeksi melalui hidatoda atau luka, luka yang disebabkan karena pergesekan daun (akibat terlalu rimbun) maupun luka pada saat bibit dicabut dari persemaian untuk dipindahtanamkan. Setelah masuk ke dalam jaringan tanaman, bakteri memperbanyak diri dalam ephitemi yang menghubungkan dengan sistem vaskular tanaman, kemudian menyebar ke seluruh jaringan tanaman. Pada saat tanaman tidak mampu memperbaiki kerusakan akibat infeksi bakteri ini maka muncul gejalanya (sympthom). Dalam keadaan lembab (pada pagi hari), koloni bakteri yang berbentuk butiran berwarna kuning keemasan mudah ditemukan pada daun-daun yang terserang. Massa bakteri inilah yang berfungsi sebagai alat penyebarannya.

Gejala Serangan dan Kerusakannya
Pada tanaman yang berumur kurang dari 30 hari (persemaian atau awal pindah tanam), gejalanya disebut kresek dengan dicirikan daun berwarna hijau kelabu, melipat dan menggulung. Kondisi parah mengakibatkan seluruh daunnya menggulung, layu kemudian mati, mirip tanaman terserang penggerek batang atau tersiram air panas (lodoh).
Setelah fase pembentukan anakan maksimal hingga fase pemasakan, gejala serangannya disebut hawar dengan diawali adanya bercak kelabu (water soaked) pada tepi daun, bila gejalanya meluas maka seluruh helaian daun akan mengering (klaras).

Kerugian hasil yang disebabkan oleh penyakit hawar daun bakteri dapat mencapai 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan 20% sebulan sebelum panen, penyakit sudah mulai menurunkan hasil. Di atas keparahan itu, hasil padi turun 4% tiap kali penyakit bertambah parah sebesar 10%. Kerusakan terberat terjadi apabila penyakit menyerang tanaman muda yang peka sehingga menimbulkan gejala kresek, dapat menyebabkan tanaman mati.

Pengendalian secara Terpadu
Sering kali petani tidak memperhatikan kondisi lingkungan dan pertanamannya, pengendalian penyakit ini dilakukan setelah tanaman menampakkan gejala serangan. Oleh karena kerugian yang ditimbulkan akibat serangan penyakit ini cukup berat, maka pengendalian hawar daun bakteri (BLB) harus dilakukan secara dini dengan memadukan semua komponen pengendalian yang memiliki kompatibilitas tinggi dengan prinsip-prinsip budidaya tanaman sehat dan pelestarian musuh alami.

Pengendalian secara fisik/mekanik
- Sanitasi, membersihkan lahan dari sumber-sumber infeksi dengan membakar jerami yang terinfeksi bakteri Xanthomonas, memastikan tunggul jerami dan singgang telah terdekomposisi sempurna, serta membersihkan lahan dari gulma.
Pengendalian secara kultur teknis
- Penggunaan varietas tahan dan pergiliran varietas untuk menekan pembentukan strain baru
- Perlakuan benih, perendaman benih dengan PGPR dan Choryne bacterium diharapkan bisa menghasilkan bibit tanaman yang sehat dan menekan perkembangbiakan bakteri patogen.
- Pengaturan sistem tanam, jarak tanam yang ideal dengan sistem legowo bisa memperbaiki aerasi di sekitar pertanaman dan cahaya bisa sampai ke seluruh bagian tanaman.
- Pemupukan berimbang, dengan pemberian pupuk sesuai kebutuhan maka tanaman memiliki jaringan yang kuat, dapat tumbuh dan berkembang baik serta memiliki kemampuan mempertahankan/memperbaiki jaringan yang rusak akibat serangan patogen. Penggunaan pupuk berlebih bisa mengakibatkan tanaman terlalu rimbun sehingga iklim mikro di sekitar pertanaman sangat lembab dan ini memicu penyebaran/penularan bakteri.
- Penggunaan bibit muda lebih dianjurkan agar tidak banyak perakaran yang rusak
- Hindari pemotongan pucuk pada saat pindah tanam karena menyebabkan luka yang beresiko mempermudah bakteri masuk ke dalam jaringan tanaman

Pengendalian secara biologis
Teknik ini memanfaatkan mikroorganisme yang mampu menghambat perkembangan Xanthomonas sehingga populasinya terkendali. Chorine bacterium merupakan salah satu bakteri yang bisa menekan perkembangan bakteri patogenik, aplikasinya pada saat perendaman benih dan penyemprotan pada umur 20 dan 40 hari setelah tanam

Pengendalian secara kimiawi
Ketika gejala serangan penyakit ini telah tampak, biasanya petani mulai mencari pestisida yang tepat untuk mengendalikan BLB, namun sayangnya bakterisida yang beredar di pasaran tidak begitu banyak dan kadang distribusinya tidak merata. Berikut beberapa pestisida yang bisa digunakan untuk mengendalikan serangan penyakit kresek :
- Pestisida berbahan aktif tembaga, penggunaannya bisa dicampurkan dengan pemupukan. Beberapa contoh merek dagangnya antara lain : Champion 77Wp, Kocide 54 WDG, Funguran 80 WP, Nordox 56 WP
- Pestisida berbahan aktif antibiotik : Bactocyn 150 SL (teramisin 150 g/l), Kresek 150 SL (oksitetrasiklin 150g/l) dan Puanmur 50 SP (chlorobromoisosianuric A / CBIA 50%)
Pemaikaian pestisida dilakukan secara bijaksana, gunakan dengan tepat (tepat sasaran, jenis, dosis, waktu dan cara aplikasinya)

Thursday, June 16, 2011

KONVERSI PENGUKURAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PANGAN


Satu yang tidak bisa luput ketika membahas perihal usaha tani tanaman pangan (padi dan jagung) adalah produktivitas tanaman. Bagi pelaku utama, pelaku usaha maupun pemerhati pertanian, produktivitas tanaman biasa dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan usaha taninya. Suatu daerah yang rata-rata produktivitas tanamannya tinggi dipersepsikan telah berhasil dalam menerapkan teknologi dalam usaha taninya atau dianggap teknik budidayanya lebih maju daripada daerah lain yang memiliki produktivitas di bawahnya. Meskipun ini tidak selamanya benar, namun diakui bahwa asumsi-asumsi seperti itu telah berkembang dan tertanam di dalam pikiran kita.

Sebagai petani, pengusaha yang bergerak dalam sektor pertanian tanaman pangan atau mungkin sebagai orang yang peduli dengan nasib petani dan dunia pertanian, perlu juga bagi kita untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pengukuran hasil akhir kegiatan budidaya padi dan jagung.

produk

Berbeda dengan padi, tanaman jagung bisa dipanen lebih awal (petik muda) untuk konsumsi rebus. Namun demikian, yang biasa digunakan untuk pengukuran produktivitas adalah produk tanaman setelah masak fisiologis. Dalam perjalanannya, produk padi ataupun jagung sedari panen hingga dipasarkan mungkin telah mengalami beberapa perlakuan (penanganan pasca panen). Sebut saja jagung, pada saat awal dipanen mungkin masih dalam bentuk tongkol jagung berklobot, namun ada juga yang telah kupas kelobotnya untuk mempercepat proses pengeringan di lahan. Proses selanjutnya adalah dipipil kemudian dikeringkan dan disimpan. Setiap tahapan tersebut telah mengalami perubahan bentuk fisik, ukuran dan tentu saja beratnya. Buat petani yang menyimpan hasil panennya, mungkin mengetahui semua perubahan-perubahan itu tetapi bagi petani yang langsung menjualnya atau bagi pelaku usaha dan orang lain tidak banyak mengetahuinya.

Ukuran dan Satuan

Ukuran yang biasa digunakan untuk menyatakan produktivitas tanaman padi adalah Gabah Kering Panen (GKP), yaitu kondisi gabah sesaat setelah dipanen dan Gabah Kering Giling (GKG), yaitu gabah yang telah dikeringkan dan siap digiling atau disimpan. Di kalangan pelaku usaha padi, kondisi gabah berhubungan dengan harga dan ini perlu juga diketahui oleh petani sebagai pengetahuan agar tidak terjebak dalam penawaran produknya. GKP-3 adalah Gabah Kering Panen kualitas 3, yakni gabah setelah panen yang berkadar air 19-25%, telah dibersihkan dari kotoran (sisa-sisa daun setelah dirontokkan) dengan kadar hampa di bawah 10%. GKP-2 adalah Gabah Kering Panen kualitas 2, biasanya kadar airnya berkisar 15-18%, telah dibersihkan dari kotoran dan kadar hampanya 7-10%. Jika kadar hampanya kurang dari 6% dianggap GKP-1 (Gabah Kering Panen kualitas 1). GKG adalah Gabah Kering Giling yang berkadar air 14% dengan kadar hampa kurang dari 3%. Sedangkan satuan yang lazim digunakan dalam pengukuran produktivitas tanaman adalah kuintal (kw), dan untuk menyatakan produksi memakai satuan ton.

Konversi ukuran produktivitas

Pertanyaan-pertanyaan tentang produktivitas tanaman bagi petani, pelaku usaha maupun pemerhati pertanian kadang-kadang berbeda antara hal-hal yang diketahui petani, yang dibutuhkan pelaku usaha atau informasi yang diperlukan oleh peneliti atau petugas pertanian. Untuk mendapatkan jawaban cepat maka perlu konversi ukuran produktivitas yang dijadikan standar dalam penghitungan. Konversi ukuran produktivitas ini didasari pada kondisi umum yang ada di lapangan.

KONVERSI JAGUNG


KONVERSI PADI


Friday, June 3, 2011

PENGENDALIAN HAMA TIKUS

Serangan tikus sering mengakibatkan kegagalan panen. Hama ini mempunyai perilaku yang pintar, kemampuan berkembang biak yang cepat, menyerang berbagai komoditas pertanian, rakus dan bersifat merusak. Di beberapa daerah, tikus juga sering dikaitkan dengan mitos dan hal-hal yang bersifat supranatural. Oleh karena itu, tikus merupakan hama utama dalam usaha tani yang perlu diketahui metode pengendaliannya.

Untuk menghindari kerusakan yang parah akibat serangan hama tikus, maka perlu penanganan secara terpadu karena permasalahan tikus adalah masalah sosial. Upaya pengendalian secara bersama-sama di dalam suatu hamparan atau kawasan akan lebih efektif dibandingkan secara parsial atau sendiri-sendiri.

Namun demikian, tidak ada ruginya mengetahui bagaimana cara pengendalian tikus. Dalam prinsip Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), upaya pengendalian harus memperhatikan perilaku tikus (bioekologi tikus sawah).

Setelah mengetahui karakter tikus sawah, maka diharapkan dapat menentukan strategi/metode pengendaliannya sesuai dengan wilayah dan kondisi pertanaman. Berikut ini cara pengendalian hama tikus

semoga bermanfaat

Saturday, May 28, 2011

PEMUPUKAN PADI SAWAH


Istilah Pemupukan Berimbang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Namun sering kali pemaknaan istilah dalam pemupukan padi sawah tersebut masih belum pas (bukan salah) dengan maksud yang terkandung di dalamnya. Sebagian petani masih beranggapan bahwa produksi tanaman tergantung dengan pupuk, sedangkan pemupukan berimbang diartikan sebagai pemupukan yang lengkap (Urea, TSP/SP-36, KCl dan ZA), sementara unsur hara mikro tidak banyak diperhatikan. Ini tentu kurang tepat karena meskipun dibutuhkan dalam jumlah sedikit, unsur hara mikro (terutama unsur hara mikro esensial) mempunyai peranan penting dalam metabolisme dan proses fisiologis tanaman yang ujungnya berpengaruh terhadap produksi tanaman.
Konsep Pemupukan Berimbang dalam budidaya padi sawah harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain :
~        Status hara tanah
~        Kebutuhan tanaman, dan
~        Target hasil
Dengan demikian, prinsip berimbang dalam pemupukan padi sawah adalah keseimbangan antara ketersediaan hara yang ada dalam media tumbuh (tanah sawah) dan kebutuhannya bagi tanaman padi.
Dalam hal ini, Justus Von Leibig mengilustrasikan hubungan antara ketersediaan unsur hara dan produksi dengan “Hukum Minimum Leibig” dimana hasil atau produksi tanaman ditentukan oleh ketersediaan hara paling sedikit


Thursday, May 19, 2011

METODE PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADI

Di pertanaman, serangan penggerek batang padi bisa terjadi semenjak di persemaian sampai masa pertumbuhan dan perkembangannya. Kadang-kadang lebih dari satu jenis penggerek yang menyerang tanaman padi, kedatangannya pun tidak bersamaan sehingga bagi sebagian petani merasa kesulitan dalam pengendaliannya.
Dengan mengetahui gejala serangan penggerek batang padi, jenis dan waktu serangannya maka pengendalian hama ini tidaklah sulit. Metode pengendalian hama penggerek batang padi yang dimaksud adalah Pengendalian Hama Terpadu (PHT) atau Management Pest Control, yaitu suatu metode pengendalian hama yang manggabungkan atau mengintegrasikan berbagai teknik pengendalian yang kompatibel dan berkesinambungan.
Dalam metode ini, mekanisme penekanan populasi hama dilakukan dengan mengelola tanaman, lingkungan dan musuh alaminya. Ada beberapa hal penting atau prinsip dalam PHT, yaitu : budidaya tanaman sehat, pengamatan secara berkala dan pelestarian musuh alami. Apabila prinsip-prinsip tersebut dilaksanakan dengan benar, para petani akan mampu merekomendasikan sendiri tindakan pengendalian yang harus dilakukan untuk menekan populasi hama sehingga tidak menimbulkan kerugian secara ekonomis.
Teknik-teknik pengendalian yang digunakan dalam PHT yaitu teknik pengendalian dengan budidaya tanaman (cultural practices), teknik pengendalian secara fisik/mekanik (physical control), secara biologis (biological control) dan teknik pengendalian dengan kimia (pesticide control). Dalam penerapannya, teknik-teknik tersebut bisa dilakukan sendiri-sendiri maupun bersamaan tergantung situasi pertanaman, tingkat serangan dan populasi musuh alami.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites