Masih teringat kalimat dari seorang kawan, “tak kan pernah ada perselisihan bila kita bisa melihat dengan kacamata orang lain”. Kalimat itu sering terlintas setiap kali berpikir tentang “pestisida”. Bagi sebagian petani yang telah menerapkan organik dalam budidayanya, pestisida (red-pestisida sintetik) seperti senjata yang tak perlu diakrabi. Namun buat petani lain justru paling sering ditanyakan ketika komoditas usaha taninya terserang OPT. Maka bila mereka bersanding dan duduk bersama, yang terjadi bisa saling diam atau mungkin perdebatan. Satu hal yang masih menjadi kendala dalam menanamkan kesadaran penggunaan pestisida secara bijaksana adalah pemahaman tentang pestisida secara utuh (kelemahan dan kelebihan). Albert Enstein tak berpikir teori relativitasnya akan berbuah bom atom yang sangat menghancurkan. Namun bukan berarti nuklir tak berguna. Sesuatu akan menjadi berarti bila digunakan semestinya, pada saat yang tepat dan tempat yang sesuai.
Demikian pula dengan pestisida, diperlukan untuk menyelamatkan tanaman budidaya bila musuh alami tak mampu menekan kerusakan akibat populasi OPT terlalu padat. Dalam era pembangunan pertanian dimana program intensifikasi menjadi titik beratnya, peningkatan populasi OPT sangat mungkin terjadi karena tanaman inangnya (host) selalu tersedia. Seperti diketahui bahwa sifat penekanan populasi oleh musuh alami berlangsung lama, sehingga pada komoditas tertentu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, keterlambatan dalam pengendalian bisa mengakibatkan kerugian.
Sejarah perkembangan pestisida
Dari artinya, pestisida adalah semua bahan atau campurah bahan, baik kimia maupun biologi yang digunakan untuk mengendalikan (sida=cide=membunuh) jasad pengganggu (pest). Pada masa sebelum masehi, telah dikenal bongkah belerang sebagai fumigan dan penggunaan batu empedu kadal untuk membunuh cacing. Menjelang abad X masehi, bangsa cina telah menggunakan senyawa arsenik untuk membunuh serangga. Pada tahun 1700 – 1800, telah digunakan racun nikotin, piretrin dan rotenon. Pada era 1800 – 1900 telah ditemukan produk-produk petroleum, pestisida anorganik (CS2, HCN dan senyawa tembaga), serta penemuan senyawa organosintetik (2,4 –dinitro-6-cresol). Pada tahun 1930 – 1950, pestisida organik berkembang pesat (DDT dan derivatnya). Setelah tahun 1950, banyak pengembangan pestisida baru (golongan karbamat, piretroid sintetik dan sejenis hormon juvenil). Dewasa ini, pengembangan pestisida mengarah pada pengembangan bahan alam dan sintesis terarah yang bersifat atraktan, repelen atau yang berupa Zat Pengatur Tubuh Serangga (Insect Growth Regulator).
Dalam buku Pestisida untuk Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan yang diterbitkan oleh Komisi Pestisida, hingga tahun 2010 ada 2048 merek dagang pestisida yang terdaftar di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah Zat Pengatur Tumbuh. Jumlah yang tak sedikit untuk menentukan kata “TEPAT” dalam menggunakan pestisida.
(bersambung)
2 comments:
Makash bagi2 pengalamanya gan
di tunggu info berikutnya pak
Post a Comment
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam