Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 1

Penyiapan bahan dan alat : Jerami, pagar bambu, ember, terpal, tali dan dekomposer.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 2

Memasukkan jerami ke dalam kotak yang terbuat dari pagar bammbu secara bersap sambil dipadatkan, setiap sap kurang lebih 25 cm.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 3

Siramkan Dekomposer yang telah dilarutkan dalam air secara merata pada setiap sap sehingga kelembaban sekitar 60%.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 4

Tumpukan jerami telah penuh hingga sap terakhir, lepas pagar sebelum ditutup terpal.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 5

Tumpukan ditutup rapat, diikat lalu diberi beban agar terpal penutup mengikuti penyusutan jerami.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 6

Jerami diinkubasikan sambil diamati perkembangannya, proses fermentasi berlangsung ditandai dengan kenaikan suhu.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 7

Dua hari kemudian tumpukan jerami telah menyusut volumenya, periksa kelembaban jerami bila tidak ada tanda-tanda proses fermentasi.

Pembuatan Kompos Jerami : Gambar 8

Lima hari setelah inkubasi penyusutan volume jerami semakin banyak dan kompos siap digunakan bila tumpukan jerami tidak panas lagi.

Thursday, November 10, 2011

Pengendalian Wereng Batang Coklat (WBC)


Jenis wereng sing sering nggangu tanduran pari kuwe ana wereng batang coklat (WBC), wereng ijo, wereng punggung putih lan wereng loreng. ana sing nyerange batang, ana juga sing neng godong. jenis wereng loro neng ngarep kuwe sing paling ngrugikaken tandurane wong tani. apike yen pengin bisa ngendalikaken populasine (musnahaken jelas ora mungkin) kudu ngerti bioekologine. (kayane yen ditulis neng kene bisa ngoler-ngoler dawa nemen, mending gugling dewek bae wes).

kanggone aku sing esih bodho (ora bisa mikir kejeron), prinsip pengendaliane sich jane sederhana :
budidaya tanaman sehat (yen sehat jare ora gampang kena hama/penyakit, digawe kena pun duwe kemampuan mempertahankan/memperbaiki)
cara pengendalian dengan teknik budidaya (cara kiye kanggo pencegahan tapi kadang2 dianggep remeh;
  • sanitasi lahan (jerami & sisa2 tandur dibakar) ben ilang sumber penularane
  • penanaman serempak, maksude ben bisa mutus siklus uripe wereng (angger ora bareng ya werenge mung pindah2 tok)
  • penggunaan varietas tahan, pari sebangsa ketan, pari hibrida, pandan wangi kuwe rentan kena wereng
  • tanam sistem legowo dg jarak tanam ideal (sirkulasi udara apik, sinare srengenge bisa anjog neng ngingsor)
  • penggunaan pupuk berimbang (antara kebutuhan karo ketersediaane sar ser lah, kurang ya ora apik, kakehen juga ora bagus), yen kakehen urea (nitrogen) tandure tah apik, lemu, ijo royo-royo, godonge nggyubud tapi lingkungan sekitare pertanaman dadi lembab (wereng paling demen neng panggonan sing kayak kuwe)
  • pengairan berselang (maksude dudu nganggo selange diesel tapi kadang disat kadang digenangi), soale angger terus2an tergenang akhire juga lembab neng sekitar pertanaman.
pengendalian dg cara biologis cara kiye asline memanfaatna musuh alamine (kelingan rantai makanan khan?)
  • predator, kewan2 sing gelem mangani wereng, contone kinjeng (capung), bancet/katak, kepik/kumbang helm (jenise akeh nemen, slh sijine sing kayak neng foto profilku), gonggo/laba-laba/garanggati, lawet/sriti
  • jamur entomopatogenik, ana beberapa jenis jamur sing bisa urip neng awake serangga, contone jamur Beuveria bassiana (tersedia isolate kanggo diperbanyak) cara kiye asline murah tur efektif, cuma sayang kadang wong tani kurang teliti, malah ana sing nganggep yen serangga sing neng sawah ya hama, padahal ora mesti
pengendalian nganggo pestisida yen kanggo pencegahan, coba bae kanggo jenis pestisida nabati (sekang tanaman), sing cocok kanggo wereng kuwe mbako (tembakau), godong/ektrak biji sirsak juga lumayan carane direndem neng banyu/fermentasikan 3-5 hari (makin suwe tambah apik), tambahi detergen setitik nah..., angger populasine wis akeh (sadurunge umur 1 bln wis ana 5 ekor wereng per rumpun apa yen wis 1 bln lbh ditemukan 20 ekor per rumpun) gagiyan disemprot nganggo pestisida sintetik (kimia). angger kanggo wereng (sasarane), direkomendasikan nganggo :
  • pesitisida sing bahan aktife BUPROFEZIN, contohe APPLAUD, cara kerjane kontak (kudu kena sasarane, angger pari wis rapet ya kudu diwiyak disit utawa ngganggo spuyer sing jantung ben muncrate adoh). apike bahan aktif mau bisa matine wereng sing kena, juga bisa mbengkerna endoge, cuma sayange penekanan populasine mandan alon (ora pel bek, wereng sing kena ora langusg nggudag)
  • pestisida sing bahan aktife BPMC, contohe BAYCARB (wong tani biasa ngarani bayer), BASSA dll (akeh nemen merek dagange). cara kerjane juga kontak, dadi kudu kena sasarane, yen ora kena ya werenge telang teleng bae, malah ndean karo njoged wkekekek
  • pestisida sing bahan aktife MIPC, contohe MIPCIN, MIPCINTA dll. cara kerjane mirip BPMC
  • pestisida sing bahan aktife TIAMETOKSAM, contohe ACTARA. cara kerjane sistemik, racun bisa mlebu neng tandur tur bisa ditranslokasikan ke seluruh jaringan tanaman, dadi meskipun nyemprote neng nduwur (ora kena werenge) tapi yen tandure dihisap wereng ya bakale keracunan. keunggulane luwih bersih cuma sayang regane lumayan larang
  • pestisida sing bahan aktife IMIDAKLOPRID, contohe CONFIDOR, GAUCHO, WINDER. caar kerjane mirip tiametoksam tapi juga bisa mbengkerna endoge wereng
  • pestisida dengan bahan aktif anyar : ethiprol merek dagange CURBIX catetan, sing penting yen nganggo pestisida sisntetik :
  1. aja sekali-kali nganggo pestisida sing bahan aktife golongan piretroid (permetrin, sipermetrin, beta siflutrin, lamda sihalotrin, delta metrin), meskipun pel bek (knock down effect) tapi bahaya lantaran cepet nimbulna resurgensi (ledakan hama kedua) & resistensi (wereng dadi kebal), sifate panas dadi endoge wereng cepet netes tur spektrume luas (bisa mateni musuh alami)
  2. kudu tepat dosis, tepat waktu & tepat cara aplikasine
  3. yen pan dicampur, sing apik sing cara kerjane ora pada (kontak dan sistemik) kuncine pengendalian kuwe ana neng PENGAMATAN (tanaman, lingkungan, populasi hama karo musuh alamine)

Sunday, October 9, 2011

PESTISIDA NABATI (bagian 3)



Jika pestisida didefinisikan sebagai semua bahan atau campurah bahan, baik kimia maupun biologi yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu, maka penggunaan pestisida hampir tidak bisa dipisahkan dari sistem usaha tani yang dikelola secara intensif -dimana produktivitas dan indeks panen menjadi preferensinya-. Namun konotasi pestisida telah bergerser, lebih sempit dan diartikan sebagai bahan/senyawa kimia sintetis yang merugikan, baik terhadap agroelosistem maupun kesehatan (termasuk deposit dan residunya). Ini bukan tanpa alasan, bahaya yang diakibatkan oleh penggunaan pestisida sintetis organik/anorganik yang tidak tepat dapat memunculkan masalah-masalah baru.

Dalam sistem pangan organik, sesuai Standar Nasional Indonesia SNI_6729-2010 (revisi SNI_01-6729-2002) salah satu bahan yang dibolehkan untuk pengendalian OPT dan penyakit tanaman adalah Pestisida Nabati (Tabel B.2-A). SNI Sistem Pangan Organik bisa diunduh di sini.

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Kandungan alkaloid atau atsiri yang ada dalam tumbuhan (daun, akar, umbi, rimpang, batang, kulit, bunga dan biji) mempunyai efek antifeedant, repelant, attractant, ovisidal dan larvisidal.

Tumbuhan-tumbuhan yang sering digunakan sebagai pestisida nabati, antara lain :
Daun : Nimba (Azadirachta indica), Mindi (Melia azedarach), Sirsak
Biji : Mahoni (Swietenia sp), Bengkoang
Batang (kayu, kulit) : pasak bumi, pinus, bratawali, serai
Akar : Tuba, Babadotan
Rimpang : Lempuyang, jeringau
Umbi : Gadung, bawang putih
Bunga : Krisan, Selasih
Buah : Mengkudu, Maja

Kelebihan dan Kekurangan Pestisida Nabati

Dalam konsep Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) maupun system pertanian organic, pestisida nabati merupakan salah satu alternative untuk mengendalikan OPT. Ini karena pestisida nabati mempunyai beberapa kelebihan, antara lain :
- Mudah dan cepat terdegradasi oleh sinar matahari, sehinggu tidak meninggalkan deposit/residu yang berbahaya bari manusia
- Pengaruhnya cepat yaitu menggangu/menghentikan nafsu makan serangga, meskipun jarang langsung menyebabkan kematian
- Toksisitas rendah sehingga tidak berbahaya terhadap binatang ternak, kesehatan manusia maupun jasad non sasaran
- Efektif mengendalikan OPT yang telah resisten terhadap pestisida kimia sintetis
- Fitotoksisitas rendah sehingga tidak menggangu tanaman
- Spektrum pengendalian luas (racun lambung dan ravun syaraf)
- Murah dan mudah dibuat oleh petani

Namun demikian, penggunaan pestisida juga memiliki kelemahan, yaitu :
- Cepat terurai, sehingga interval aplikasinya harus sering
- Daya racun rendah, sehingga OPT tidak langsung mati
- Ketersediaan bahan terkadang menjadi kendala

Pembuatan Pestisida Nabati

Pembuatan pestisida nabati tidak terlampau sulit, di dunia maya pun banyak artikel-artikel yang berkenaan dengan pestisida nabati, baik bahan-bahannya, cara pembuatan, cara aplikasi maupun manfaatnya, yang paling sering kita dengar adalah dengan mengekstraksinya atau bahkan hanya direndam saja.

Ada beberapa hal yang mungkin perlu kita perhatikan, yakni bahwa bahan-bahan atau senyawa yang bersifat pestisidal dalam tumbuhan seringkali berupa minyak atau lemak/sterol, alkaloida, terpen/terpenoid, senyawa fenolik atau senyawa benzoat/sinamat/turunan koumarin yang mudah larut dalam pelarut organik. Sebaliknya, kandungan bahan larut air yang bersifat racun jarang dijumpai. Jadi untuk mendapatkan pestisida nabati yang baik, semestinya tidak cukup dilumat/dihaluskan lalu direndam. pelarut organik umum digunakan dalam proses tersebut seperti alkohol (terutama metanol), asetonitril, heksan, khloroform, petroleum eter, bensen atau ligroin.

Ekstraksi bahan bisa langsung dilakukan jika menggunakan alat soxhlet. Jika tidak ada, maka bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pengeringan, bisa dengan penjemuran atau dipanaskan dalam oven dengan suhu di bawah 50°Celcius sehingga berat bahan tinggal setengahnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar bahan-bahan nabati adalah air.
Maserasi, penghancuran atau pelumatan bahan dalam pelarut organik (contoh metanol). Perbandingan antara bahan dan pelarutnya adalah 1 : 4 (satuan berat/volume)
Filtrasi, campuran bahan terlarut kemudian disaring menggunakan corong buchner dilapisi kertas saring. Sisa penyaringan dibuang, sementara hasil penyaringan (filtrat) diuapkan dengan evaporator dalam suhu 40°Celcius sampai volume minimum (disebut F1). Selanjutnya, filtrat tersebut dimasukkan ke dalam corong funnel, kemudian ditambahkan kloroform dan air dengan perbandingan 3xF1 : 4xF1 (satuan volume). Campuran tersebut ditambahi NaCl sebanyak 0,7%-nya, didiamkan selama 24 jam sampai terjadi pemisahan antara air dan metanol kloroform (disebut F2). Selanjutnya, metanol kloroform diuapkan lagi dengan evaporator pada suhu 40°Celcius sampai volume tetap (F3). Ekstrak siap digunakan dengan pelarut aseton.
Uji toksisitas, pengujian efikasi ekstrak pada berbagai konsentrasi sehingga menyebabkan mortalitas jasad sasaran setengahnya (Lethal Concentrate : LC50).

Catatan :
- untuk mendapatkan hasil terbaik, sebaiknya ekstrak dimurnikan dahulu, namun prosesnya cukup panjang (mungkin bisa diposting lain waktu)
- pelarut organik yang digunakan termasuk jenis bahan yang dibolehkan dalam SNI Sistem Pangan Organik

Friday, August 5, 2011

PENYAKIT BUSUK LEHER


Tidak diperkirakan sebelumnya, tanaman padi yang tumbuh dan berkembang baik pada awal pertumbuhannya mendadak rusak ketika memasuki pertengahan fase pengisian (dough grain stage) oleh karena serangan jamur Pyricularia oryzae (P. grisea). Jamur penyebab penyakit blas yang menyerang pada fase ini menyebabkan pangkal malai membusuk (disebut juga penyakit busuk leher). Infeksi pada malai yang baru keluar mengakibatkan bulir hampa (gejalanya mirip beluk oleh penggerek batang). Sedangkan infeksi susulan menjadikan gabah tidak terisi penuh dan akhirnya kering sebelum gabah masak secara fisiologis.

Sedikit ilustrasi tersebut menggambarkan betapa meruginya petani apabila penyakit ini menyerang tanaman padi. Dampak secara langsung adalah produktivitas tanaman tidak bisa optimal (dalam banyak referensi menyebutnya terjadi penurunan produksi hingga 70%). Perbedaan tingkat serangan dapat menurunkan hasil (secara kuantitas) 30 – 50%. Akibat lain dari serangan penyakit ini adalah bahwa bulir yang tidak terisi penuh atau belum masak secara fisiologis menjadikan persentase beras pecah dan beras kapur lebih banyak. Kerugian secara kualitatif ini mengakibatkan nilai ekonominya turun.


Kejadian ini memang tidak diduga sebelumnya mengingat pada pertumbuhan vegetatifnya tak tampak gejala serangan Pyricularia oryzae pada daun yang dicirikan dengan adanya bercak belah ketupat pada daun. Pemberian pupuk juga tidak banyak apalagi berlebihan, demikian juga suhu yang panas dipadukan dengan sistem tanam jajar legowo sangat sedikit memberi peluang bagi perkembangan cendawan ini. Pengendalian secara biologis menggunakan jamur antagonis (Trichoderma sp.) pun telah diupayakan untuk menghambat perkembangan jamur-jamur patogenik. Jadi ketika terjadi serangan penyakit busuk leher yang cukup tinggi, bisa disimpulkan bahwa permasalahannya pada ketehanan genetik tanaman alias varietasnya rentan terhadap penyakit blas.

Pyricularia oryzae

Dengan pertimbangan resiko yang diakibatkan serangan penyakit blas, maka untuk mengetahui teknik pengendalian terpadu perlu mengenal terlebih dahulu penyebab penyakit blas/bercak belah ketupat atau penyakit busuk leher.

Bioekologi

Cendawan ini mempunyai konidiofor panjang bersekat, jarang yang bercabang, tunggal, berwarna kelabu dan membentuk konidium yang berbentuk bulat telur dengan ujung runcing. Jamur ini menghasilkan enzim proteolitik untuk mempermudah menembus dinding sel tanaman inang. Konidianya berbentuk seperti buah alpokat dan bersel tiga, lepas dari tangkainya pada malam hari saat ada embun dan angin. Penyebarannya bisa melalui benih dan angin. Sisa-sisa tanaman dan inang alternatifnya menjadi sumber penularan bagi pertanaman padi berikutnya, karena miselia jamur ini dapat bertahan selama setahun. Spora yang berasal dari tanaman terinfeksi dapat menyebar dan dalam jarak 2 km dari inokulum awal masih bisa menginfeksi tanaman sehat.
Fase penetrasi spora cendawan ini cukup singkat sekitar 6 jam, menginfeksi melalui stomata dan periode laten untuk memproduksi kembali spora juga sangat pendek yaitu 4 hari. Dalam setiap bercak bisa menghasilkan 2000 – 6000 spora setiap hari yang berlangsung selama 10 – 14 hari.

Faktor pembatas

Faktor yang mempengaruhi perkembangan Pyricularia oryzae adalah suhu dan kelembapan. Jamur ini tumbuh dan berkembang baik pada suhu 28 derajat celcius dengan kelembapan sekitar 90%. Selain kedua faktor itu, pemicu lainnya adalah pemberian pupuk nitrogen yang tinggi menyebabkan ketersediaan nutrisi dan lemahnya jaringan tanaman sehingga mudah bagi jamur untuk menginfeksi tanaman.

Gejala serangan


Jamur yang menyerang tanaman padi pada masa vegetatif menimbulkan gejala blas daun (leaf blast) dengan ditandai adanya bintik-bintik kecil pada daun berwarna ungu kekuningan. Semakin lama bercak menjadi besar, berbentuk seperti belah ketupat dengan bagian tengahnya berupa titik berwarna putih atau kelabu dengan bagian tepi kecoklatan. Serangan pada fase generatif menyebabkan pangkal malai membusuk, berwarna kehitaman dan mudah patah (busuk leher).

Teknik pengendalian

Dengan potensi biologi yang sangat cepat berkembang biak pada kondisi idealnya, maka kewaspadaan terhadap serangan penyakit blas menjadi dasar untuk menentukan teknik pengendaliannya. Dari sedikit uraian di atas, maka strategi untuk mengendalikan penyakit blas dan busuk leher antara lain :
Sanitasi lahan dari sumber infeksi, membakar jerami tanaman yang terserang penyakit serta membersihkan gulma atau inang alternatifnya.

Penggunaan varietas tahan

Perlakuan benih dengan fungisida berbahan aktif Trycyclazole, Pyoguilon dan Benomyl

Pengaturan jarak tanam, tanaman yang terlalu rapat menyebabkan pertanaman rimbun dan iklim mikronya menjadi lembab.

Pemupukan berimbang

Penggunaan agensia hayati, jamur antagonis seperti Trichoderma harzianum, Chaetomium globosum dan Gliocladium roseum dapat menghambat perkembangan Pyricularia oryzae

Penyemprotan dengan fungisida yang berbahan aktif Edifenphos, Tetraclorophthalide, Kasugamycine, Isopprotionalane atau perpaduan benomyl dan mancozeb

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites