tidak ada seorang muslim pun yang menanam suatu pohon atau bertani dengan suatu macam tanaman kemudian dimakan burung, manusia atau ternak melainkan hal itu akan menjadi sedekah baginya (Shahih Muslim No.2904)
Petikan hadits tersebut mungkin suatu jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku dibalik fenomena KETENTERAMAN hidup petani. Dengan penghasilan yang tidak banyak (red-petani gurem), mereka terlihat damai menjalani hidup bersama keluarganya. Bisa jadi ini disebabkan kemampuan mereka meredam kebutuhan hidup yang kini makin "neko-neko". Kesederhanaan membungkus perilaku di tengah gaya hedonisme zaman yang berkembang begitu pesat. Sederhana tidak identik dengan ketertinggalan, gagap teknologi ataupun kemiskinan. Jadi, apa salahnya aku mencoba menyederhanakan perilaku seperti mereka?
SPIRIT
Logikaku yang teramat sangat sederhana sekali menjadi motivasi kuat untuk menekuni profesi PETANI. Spirit hadits di atas menuntunku untuk menguak tabir ketidaktahuan yang terbalut sedikit pengetahuan, penasaran ingin tahu kebahagiaan yang bisa kugali dari dunia ini, PERTANIAN. Berbekal niat, waktu dan semangat itulah aku mencoba peruntungan meraih keberkahan rejeki seperti yang dinikmati kebanyakan petani.
Kegagalan-kegagalan yang kudapat selama ini menyadarkanku betapa bodohnya aku dibanding mereka (red-petani). Sungguh, 4 tahun bukan waktu yang cukup untuk mengenali KALAMULLAH yang digelar di tengah-tengah hamparan sawah. Tidak banyak ilmu yang bisa kuketahui dalam kurun waktu itu, sehingga untuk memahami lahanku saja belum bisa. Seperti yang kugambarkan dalam foto di atas "jangan anggap bertani itu mudah", kendala dan permasalahan yang dihapai seolah menantang kita untuk menyelesaikannya dengan bijak.
DILEMA
Ada banyak pertanyaan yang kadang susah untuk mendapatkan jawabannya. Nilai "sedekah" yang ada dalam hadits di atas mungkin bisa didapat bila kita melakukannya dengan ikhlas. Apa bisa dikatakan ikhlas kalau dalam tugasnya kita mengharapkan sesuatu (red-pamrih bisa menuai hasil bagus)? Bukankah kita hanya diwajibkan untuk mengikhtiarkan saja, sedangkan hasil adalah KETENTUAN Sang Khaliq? Bagaimana Yang Maha Pengasih memberikan keberkahan bila cara-cara yang kita lakukan dapat berakibat rusaknya tatanan alam? Haruskah kita merusak atau membunuh mahluk-mahluk ciptaan-Nya hanya untuk menyelamatkan tanaman yang kita budidayakan?
Dalam perjalanan pembelajarannya, aku memohon ampunan kapada Yang Maha Pengampun atas kebodohan dan kelalaianku yang telah membunuh rerumputan yang mungkin menjadi makanan bagi binatang ternak, atas kekhilafanku yang tidak memberi kesempatan kepada tanah untuk istirahat. Aku memohon maaf atas sikap-sikapku yang selalu mengeluh bilamana yang terjadi tidak sesuai dengan yang aku harapkan. Aku juga memohon semoga Allah SWT menerima "sedekah"ku.
Dengan menyebut nama-Mu atas diri kami, harta kami dan agama kami, jadikanlah kami ridlo atas ketentuan-Mu, berkahilah atas apa yang telah Engkau takdirkan. Amien...
0 comments:
Post a Comment
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam